
Setiap generasi memiliki cara sendiri untuk menebus janji kebangsaan. Tahun 1928, para pemuda berikrar untuk bersatu dalam bahasa, bangsa, dan tanah air yang satu. Kini, hampir seabad kemudian, generasi muda dihadapkan pada tantangan baru: bukan lagi melawan penjajahan politik, tetapi mengatasi ketimpangan ekonomi, krisis iklim, dan sistem yang menempatkan manusia hanya sebagai roda konsumsi.
Inilah saatnya muncul Sumpah Pemuda versi baru: sumpah kedaulatan ekonomi yang regeneratif-ekonomi yang tidak hanya tumbuh, tetapi juga memulihkan; tidak hanya menguntungkan segelintir, tetapi menyejahterakan semua; tidak hanya berorientasi laba, tetapi juga keberlanjutan.
Model ekonomi lama yang bertumpu pada pertumbuhan tak terbatas kini mencapai batasnya. Dunia tengah menanggung akibatnya: krisis iklim, eksploitasi sumber daya, dan ketimpangan sosial.