Berita  

Ketika Empati Hilang di Parlemen dan Urgensi Representasi Deskriptif – Update 1

Ketika Empati Hilang di Parlemen dan Urgensi Representasi Deskriptif - Update 1
Ketika empati Hilang di Parlemen dan Urgensi Representasi Deskriptif – Update 1

Dalam beberapa hari terakhir, kita mendengar beberapa pejabat publik yang menyampaikan beberapa statement yang kurang etis, sebagai seseorang yang mengklaim sebagai orang yang bekerja untuk rakyat. Dalam kondisi ekonomi dan politis yang tidak stabil rasanya sangat tidak etis untuk menyampaikan sebuah statement yang berpotensi menyakiti hati rakyat.

Sebagai contoh ketika seorang balita di Sukabumi meninggal akibat cacingan. Di tengah tragedi yang menyingkap rapuhnya pelayanan kesehatan dasar, publik berharap respons penuh empati dari pemerintah. Namun jawaban Menko PMK Pratikno justru mengundang kekecewaan. Ketika ditanya wartawan, ia hanya menanggapi dengan ucapan singkat: “Saya agak ngantuk dikit” disertai tawa kecil.

Sebuah pernyataan yang seakan meremehkan duka keluarga dan keresahan masyarakat. Selain itu kemarahan publik pada demonstrasi tanggal 25, 28, 29, 30 merupakan salah satu bentuk reaksi dari pernyataan Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Nafa Urbach. Dalam satu kesempatan Ahmad Sahroni merespon isu pembubaran DPR dengan melukai perasaan rakyat “Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia.

Exit mobile version