
Ramadan sebentar lagi meninggalkan kita. Ramadan selalu menjadi bulan yang penuh makna bagi umat Islam di seluruh dunia, terutama di Indonesia, di mana nuansa spiritual dan sosial begitu kental terasa. Sebagai bulan yang di dalamnya terdapat perintah berpuasa, Ramadan bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengajarkan disiplin, pengendalian diri, serta empati terhadap sesama.
Para ulama sejak dahulu telah membahas esensi puasa dengan berbagai perspektif. Imam Al-Ghazali dalam karyanya Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa puasa memiliki tiga tingkatan: puasa awam yang hanya menahan diri dari makan dan minum, puasa khusus yang juga menahan anggota tubuh dari perbuatan dosa, dan puasa khusus al-khusus yang mencapai tingkatan spiritual tertinggi dengan sepenuhnya mengendalikan hati dan pikiran dari segala yang menjauhkan diri dari Allah.
Sementara itu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyoroti hikmah puasa sebagai bentuk penyucian jiwa dan metode efektif untuk memperkuat keimanan seseorang. Dalam tafsir modern, Ramadan dipandang sebagai momentum introspeksi diri, di mana seseorang belajar untuk tidak hanya menahan diri dari hal-hal yang bersifat jasmani tetapi juga dari sifat-sifat buruk seperti amarah, iri hati, dan kesombongan.