
Liga Champions musim ini menyuguhkan fakta mengejutkan: hanya 50 persen tim unggulan yang lolos langsung ke 16 besar mampu melaju ke perempatfinal. Ini menandakan bahwa hasil di fase grup tak seberapa penting saat berlaga di fase gugur. Delapan tim seperti Liverpool, Barcelona, Arsenal, Inter Milan, Atletico Madrid, Bayer Leverkusen, Lille, dan Aston Villa, yang meraih status unggulan setelah finis di delapan besar klasemen fase grup, nyatanya tak mampu menunjukkan performa maksimal di babak selanjutnya.
Perubahan format Liga Champions sejak musim 2024/25 mempengaruhi dinamika kompetisi. Tim-tim unggulan yang lolos langsung ke 16 besar memiliki keuntungan lebih, seperti menggelar leg kedua di kandang sendiri. Namun, angka 50 persen ini menunjukkan bahwa kekuatan di fase grup tak selalu menjamin keberhasilan di fase gugur.
Sementara itu, tim seperti Borussia Dortmund, Real Madrid, Bayern Munich, dan Paris Saint-Germain, yang harus melewati playoff, justru mampu menunjukkan performa lebih konsisten. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah format baru Liga Champions sudah cukup adil dalam menentukan jalur kompetisi?
Analisis menunjukkan bahwa intensitas pertandingan dan strategi berperan lebih besar di fase gugur. Seorang pemain fiktif dari tim unggulan mengakui, “Kami merasa siap di fase grup, tapi fase gugur adalah cerita berbeda. Ada tekanan lebih besar dan lawan lebih tangguh.”
Hasil ini memiliki dampak pada lanskap Liga Champions. Tim-tim unggulan harus merevaluasi strategi mereka untuk memastikan konsistensi di fase gugur. Para penggemar juga patut bersiap untuk menikmati kompetisi yang lebih ketat dan menegangkan di musim-musim mendatang.
Dengan catatan 50 persen tim unggulan yang gagal, Liga Champions musim ini menunjukkan bahwa kejutan selalu mungkin terjadi, dan tak ada yang bisa dianggap remeh di level tertinggi sepak bola Eropa.