
Delapan puluh tahun, delapan dekade—apapun hitungannya, saban 17 Agustus selalu memaksa kita berhenti sejenak, me-rewind, melihat kembali perjalanan bangsa. Kita mengekspresikan kemerdekaan dengan lagu, upacara, dan perayaan-perayaan. Namun perayaan itu seolah-olah berjarak dari realitas bangsa kita sehari-hari. Terlebih keadilan sosial yang dijamin oleh konstitusi negara Pasal 33 UUD 1945, dimana hajat hidup orang banyak harus dimanifestasikan dalam pemanfaatan sumber daya dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Namun, hampir seabad Indonesia merdeka, air dan udaranya masih jauh dari cita-cita kemerdekaan. Melihat realitas tersebut, timbullah satu pertanyaan sederhana dan reflektif namun menohok: apakah kita benar-benar merdeka jika kita masih bergelut dengan lingkungan yang memperpendek napas dan kehidupan warganya?
Tentu, refleksi ini harus berdiri di atas fakta. Maka, jika kita mau jujur dan menyelami data resmi hingga kajian independen, kita akan tekejut bagaimana data tersebut menunjukkan gambaran semua itu yang jauh dari kata “sehat”.