
Latar Belakang  
Setiap tahun, tanggal 28 Oktober menjadi momentum nasional untuk mengenang Sumpah Pemuda, tonggak penting dalam perjalanan bangsa menuju kemerdekaan. Bendera beribarat, upacara digelar, seminar diadakan, dan film dokumenter diputar di seluruh negeri. Namun, di balik seremoni tersebut, pertanyaan mendasar terus menggantung: apakah semangat Sumpah Pemuda benar-benar hidup di dada anak muda Indonesia saat ini?  
Fakta Penting  
Sumpah Pemuda, yang ditandatangani pada 28 Oktober 1928, merupakan titik kulminasi perjuangan untuk membangun kesadaran kebangsaan. Dari semangat itu lahir tiga ikrar:  
1. Bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.  
2. Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.  
3. Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.  
Tiga ikrar ini menjadi suluh yang menuntun bangsa ini menuju kemerdekaan, melalui reformasi, dan kini menghadapi globalisasi. Namun, seperti diingatkan Soekarno, api perjuangan ini bisa padam jika hanya diwarisi sebagai simbol, seremoni, atau hafalan tanpa makna.  
Dampak Sosial dan Politik  
Di era digital saat ini, generasi muda Indonesia terus diuji dalam menjaga semangat Sumpah Pemuda. Banyak yang bertanya, apakah generasi muda mampu memelihara semangat persatuan dan perjuangan tersebut, ataukah semangat itu hanya menjadi bagian dari sejarah.  
Penutup  
Menangkap Api Sumpah Pemuda bukan hanya tentang mengenang, tetapi juga tentang bagaimana generasi muda Indonesia mampu membawa semangat tersebut ke depan. Pertanyaannya: apakah kita siap menjadikan semangat 28 Oktober sebagai api yang tetap menyala dalam diri kita, ataukah semangat itu hanya menjadi abu sejarah?






