
Sudah hampir dua dekade, tepatnya sejak 2007, Bintan dan Karimun menyandang status Free Trade Zone (FTZ). Harapannya kala itu, status kawasan khusus ini bisa mendongkrak industrialisasi dan ekspor, seperti yang diimpikan banyak daerah.
Namun, setelah 18 tahun berjalan, kenyataannya belum terlihat lonjakan berarti. Kontribusi Bintan dan Karimun terhadap PDRB Kepulauan Riau masih relatif kecil, jauh dibandingkan pusat pertumbuhan utama di provinsi ini.
Wacana menjadikan keduanya sebagai FTZ menyeluruh kini kembali muncul. Ide ini tentu terdengar menjanjikan, karena siapa yang tidak ingin daerahnya lebih terbuka dan kompetitif? Tetapi pertanyaan pentingnya: apakah saat ini langkah itu tepat?