
APBN 2026 di era Presiden Prabowo membuka arah baru dalam tata kelola fiskal Indonesia. Selama satu dekade terakhir, anggaran kerap terpecah ke berbagai program dengan skala kecil, sehingga konsentrasi pada agenda besar pembangunan kurang terasa. Di bawah Presiden Prabowo, pergeseran sistem penganggaran APBN terlihat nyata. Dalam Pidato Presiden yang menyampaikan RUU APBN 2026 beserta Nota Keuangan pada 15 Agustus 2025 yang lalu, Belanja Negara yang direncanakan sebesar Rp3.786,5 triliun kini diarahkan dengan keberanian penuh pada program-program prioritas, seperti makan bergizi gratis untuk puluhan juta pelajar, penguatan ketahanan pangan dan energi, pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, hingga modernisasi pertahanan.
Sebagai rujukan teoritis dari apa yang dijalankan Presiden Prabowo, kita dapat melihat dalam teori penganggaran publik. Secara ringkas, teori penganggaran publik memiliki beberapa sistem penganggaran dari line-item budgeting, yaitu model tradisional yang menyusun anggaran berdasarkan daftar pos belanja dengan fokus pada kontrol administratif (Schick, 1966), kemudian beralih ke incremental budgeting yang umumnya hanya menambahkan atau mengurangi sedikit dari anggaran tahun sebelumnya sehingga praktis namun sering tidak efisien. (Wildavsky, 1964). Selanjutnya muncul performance budgeting yang menekankan hubungan antara input dan output sehingga kinerja birokrasi dapat diukur dari hasil yang dicapai, bukan sekadar apa yang dibelanjakan (Schick, 1971).
Pada 1960-an, berkembang pula program budgeting yang menggeser fokus anggaran ke program-program besar yang mendukung tujuan pembangunan, dan disempurnakan melalui Planning Programming Budgeting System (PPBS) yang menghubungkan perencanaan jangka panjang dengan anggaran tahunan berbasis analisis biaya-manfaat (Novick, 1965). Pada dekade 1970-an, lahir zero-based budgeting (ZBB) yang menuntut evaluasi setiap program dari nol agar hanya program relevan dan efisien yang layak didanai (Pyhrr, 1970). Evolusi ini menunjukkan pergeseran dari sekadar administrasi belanja ke arah penganggaran yang lebih strategis, efisien, dan berorientasi hasil. Dari semua model itu, sistem yang tampak paling dominan di era Presiden Prabowo adalah program budgeting. Konsep ini menekankan alokasi anggaran berdasarkan program strategis, bukan sekadar jenis belanja. Dengan keterbatasan ruang fiskal akibat seretnya penerimaan negara, konsep ini menjadi sangat relevan dan tepat untuk diterapkan. Presiden Prabowo menekankan pada program-program yang tertuang dalam Asta Cita untuk mendapatkan dukungan anggaran yang optimal.